Posted by: Keluarga Pelancong | May 22, 2007

Kisah Secangkir Kopi

Kopi adalah minuman paling disukai di Jerman. Dia lebih populer dari pada bir atau teh. Orang Jerman rata-rata minum empat cangkir kope stiap hari, 160 liter setahun atau setara dengan 6,5 kilogram biji kopi mentah.

Tak hanya di jerman sebenarnya. Setelah minyak mentah, kopi merupakan komoditi terpenting kedua dalam perdagangan global. Kostarika, Brasil, Kolombia, Indonesia dan Kenya adalah sebagian dari 50 negara pengekspor kopi. Panen tahunan dunia menghasilkan sekitar 6 juta ton biji kopi mentah. Lima juta ton di antaranya diperdagangkan antarnegara. Seratus juta orang hidu, langsung maupun tak langsung, dari penanaman dan pengolahan biji kopi.

Orang-orang Eropa pertama kali mengenal kopi pada abad 15, lewat pedagang-pedagang Venesia ynag sering berlayar ke Timur. Sekitar abad 17, Dutch East India Company, sebuah perusahaan yang lebih kita kenal dengan sebutan VOC (Vereinigde Oostindische Compagnie), membawa biji-biji kopi dari Indonesia ke Eropa.

Kopi masuk Jerman pada periode yang sama. Kedai kopi pertama di Jerman dibuka tahun 1673 di Bremen. Empat tahun kemudian, kedai kedua berdiri di Hamburg; kopi kemudian dengan cepat menyebar melalui pusat dagang maritim di seluruh Jerman.

Dahulu, orang Jerman lebih suka minum kopi di rumah. Mereka mengundang teman untuk minum kopi sambil membicarakan politik dan seni. Inilah alasan mengapa budaya kedai kopi sangat lambat perkembangannya di sini, dibandingkan Italia, Austria, dan Perancis. Budaya ini mulai marak pada awal abad 19. Saat itu, kedai-kedai kopi yang nyaman dan buka sepanjang hari banyak didirikan. Abad 19 merupakan jaman keemasan kedai kopi. Hampir di seluruh Eropa berdiri kedai kopi mewah, bagai istana dengan kaca-kaca dan kristal yang mahal.

“Kedai kopi adalah filosofi dan gaya hidup,” tulis Helmut Stutzmann dalam bukunya Kaffee. Dalam perkembangannya,
kedai kopi menjadi tempat pertemuan orang-orang engan latar belakang berbeda. Penulis, politikus, jurnalis, bahkan pemusik. Di tempat ini, terbentuk tradisi yang erangsang proses berpikir dan bertukar pikiran. Siapapun orangnya, apakah itu ilmuwan, penulis, jurnalis, seniman, atau orang biasa bisa bertukar pikiran di kedai kopi. Selain itu, disini orang bisa melamun, mengobrol, menulis ataupun membaca. Jaohann Sebastian Bach mempertunjukkan ‘’Coffee Cantata’’ untuk pertama kalinya di sebuah kedai kopi pada tahun 1732.

Di antara kedai kopi yang terkenal di Jerman adalah kafe Hauptwache di Frankfurt, tempat seorang penulis Hermann Kesten dahulu bermain catur. Ada juga Cafe National di Berlin, tempat Heinrichs Hoffmann von Falersleben menulis sebuah himne.

Saat ini, kopi tak hanya bisa dinikmati di kedai kopi. Minuman ini tersedia dimana-mana. Jika tak ada restauran atau kios yang menjual kopi, kita masih bisa mendapatkannya di mesin otomat. Konsumsi kopi di tempat-tempat ini mencapai seperempat konsumsi kopi di seluruh Jerman.

Keberadaan kedai kopi di Jerman ataupun di Eropa pada umumnya tak tergantikan, bahkan cenderung semakin
meningkat jumlahnya. Di jaman serba elektronik ini, manusia tak hanya ingin bernostalgia tentang masa lalu di sebuah
kedai kopi, namun juga untuk saling berbicara dan melakukan kontak dengan orang lain.

*neraca*


Leave a comment

Categories